Menyikapi Kegagalan
Kalau kita mau jujur dan masih dalam koridor waras alias sehat lahir batin, kita pasti tak sudi menerima kegagalan.
Mengapa? Karena kegagalan adalah sesuatu yang tidak mengenakan.
Tidak nyaman. Bahkan mungkin akan terasa menyakitkan. Oleh karena itu
dengan sekuat urat dan tenaga, kita pasti akan berupaya untuk mengusir
kegagalan dari kehidupan kita.
Namun demikian, kegagalan rupanya sudah terlanjur akrab dalam setiap
denyut nadi kita. Kegagalan telah menjadi bagian dari hidup kita. Tak
ada manusia di jagat raya ini yang belum pernah mengalami kegagalan.
Sebagai seorang pegawai, misalnya, tentu pernah merasakan adanya target
yang tidak tercapai. Banyak sasaran yang melenceng dari target. Atau
kegagalan menghadapi kehidupan lainnya, misalnya cinta kasih yang tak
sampai ke pelaminan. Akhirnya yang namanya sukses menjadi harapan
tinggal lah harapan. Dalam istilah yang menyentil dikatakan juga dengan
“gigit jari.”
Lantas mengapa kita harus mengalami kegagalan? Atau mengapa kita tak
ramah dengan sukses, malah lebih suka bersua dengan wajah kekecewaan?
Apakah kegagalan sebuah realitas hidup yang wajib dan mutlak
keberadaannya. Lantas mengapa sebuah kegagalan harus disikapi dengan
bijak?
Tapi, ah, rupanya kegagalan tak harus terjadi dalam semalam. Sukses pun
tak lantas tercapai dalam sehari. Kedua tesis di atas sangat sederhana
namun cukup teruji kebenarannya. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah
kemampuan kita untuk mengambil langkah-langkah kecil guna menggapai
hasil yang besar. Dan sebuah kegagalan sebenarnya adalah ketidakmampuan
menghindari hal-hal kecil. Hingga ia menumpuk sedemikian besar dan tak
terelakan lagi.
Mari kita ambil sebuah contoh kasus gagal jantung. Sesungguhnya serangan
jantung tidak datang dengan tiba-tiba, tetapi bertahun-tahun bahkan
memakan waktu puluhan tahun. Penyakit jantung mungkin telah tertimbun
sejak mulai merokok, serta pola makan yang tidak sehat atau tidak
seimbang. Bisa pula akibat kondisi stress dan malas berolahraga.
Akibatnya sedikit demi sedikit pembuluh darah semakin menyempit. Dampak
lanjutannya cukup serius, terjadi kegagalan jantung. Kini yakin lah
seperti yang dikatakan para dokter jantung bahwa kegagalan jantung itu
sesungguhnya terjadi secara bertahap. Secuil demi secuil.
Demikian halnya tentang sebuah keberhasilan. Ia pun sesungguhnya
berlangsung dengan modus yang sama. Sedikit demi sedikit ditumpuk secara
intens sehingga kesuksesan itu lama kelamaan menjadi numpuk. Bahkan
semakin besar dengan menghasilkan buah manis dan ranum.
Contoh yang agak teoritis demikian. Jika seseorang mempelajari lima kata
bahasa Inggris per hari maka dalam setahun dia akan memiliki hampir dua
ribu kosa kata dan dalam lima tahun pasti bisa menguasai sepuluh ribu
kosa kata. Tetapi berapa banyak kah orang yang sanggup melakukannya?
Tentu tak banyak, termasuk para mahasiswa dan kaum sarjana serta tentu
saja penulis sendiri. Sehingga kalau ada pertanyaan, berapakah lulusan
perguruan tinggi yang mampu berbahasa Inggris dengan lancar? Tentu saja
tidak banyak. Mengapa? Karena mereka gagal membunuh kemalasan hingga tak
sudi menghafal lima kata Inggris per hari. Persis seperti yang dialami
penulis.
Ada beberapa rahasia kegagalan yang bisa menjadi bahan renungan kita.
Diantaranya adalah gagal mengucapkan terima kasih. Gagal minta maaf.
Gagal memberi perhatian pada seorang staff. Gagal meningkatkan
kesejahteraan karyawan. Gagal megurus organisasi. Gagal bertekun saat
bekerja. Gagal berolahraga setengah jam per hari. Gagal membawa mobil ke
bengkel untuk service rutin. Gagal menabung 5% dari penghasilan per
bulan. Gagal menutup mulut dari ucapan tak bermutu. Gagal mendirikan
sholat tepat waktu. Gagal berlaku jujur dengan vendor. Gagal melakukan
transformasi, Gagal mendidik keluarga. Dan yang paling parah adalah
gagal tersenyum alias cemberut seumur-umur.
Serta tentu saja masih ada ribuan kegagalan lainnya yang
ujung-ujungnya bisa gagal ginjal dan gagal jantung sampai pada gagal
bernafas sehingga gagal hidup lebih lama. Yang paling repot dan justru
paling dikhawatirkan adalah gagal masuk surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar